Menunggu pemecatan Benitez

26 11 2012

Entah apa yang dirasakan Roberto Di Matteo beberapa saat paska kekalahan Chelsea pada laga match day kelima liga Champions saat menghadapi tuan rumah Juventus. Bisa jadi Matteo sudah merasakan bahwa ini adalah akhir karirnya bersama The Blues.

Image

(Foto Reuters//Luke MacGregor)

Namun ia tidak menunjukkan kegalauannya. Gesturnya menyiratkan bahwa pria berkepala plontos ini sudah siap dengan segala risiko yang harus diambilnya. Di akhir laga Matteo masuk ke lapangan sambil mengumbar senyum khasnya seraya menyalami pemainnya.

Kenyataan terburuk akhirnya diterimanya. Sepucuk surat pemecatan yang direstui si empunya klub, Roman Abramovich pada pagi buta, 21 November pekan lalu menyatakan bahwa Roberto Di Matteo segera angkat koper dari Stamford Bridge.
 
Di situs chelseafc.com isi suratnya mewartakan bahwa performa terakhir klub tidak cukup baik, sehingga pemilik klub perlu melakukan perubahan untuk menjaga klub agar dapat bersaing di musim ini. Klub dihadapkan pada tugas sulit dalam babak kualifikasi untuk lolos ke babak knock out liga Champions, serta mempertahankan papan atas liga Primer Inggris dan di tiga kompetisi lainnya. Tujuan kami adalah tetap sekompetitif mungkin dan mempertahankan semua lini.

Cukup singkat, namun intinya adalah Matteo gagal mengangkat performa tim, dan pemecatan pelatih adalah hal yang biasa buat seorang Abrahamopvich, meski banyak suara-suara yang menyesalkan keputusan miliuner asal Rusia itu.

Sang taipan berpendapat bahwa suksesor Andre Villas Boas itu tak cukup mumpuni buat melakoni sisa laga pada dua turnamen akbar itu. Puncaknya adalah Kekalahan telak 0-3 dari Juventus di Olympico Stadion. Sang raja hutan kota London harus tersungkur bertarung melawan kuda Zebra dari kota Turin.

Sang Taipan seorang perfeksionist, ia bisa melakukan apapun buat klub yang dibelinya pada 2003. Ia dapat mengganti manajer dan pemain kapanpun. Dengan dana yang tidak terbatas, Abrahamovich tak segan-segan menggaet pelatih dan pemain yang ia sukai, dan tak sungkan segera memecatnya bila tak sesuai harapannya.

Baca entri selengkapnya »





Kursi Panas Mark Hughes

8 11 2012

Queens Park Rangers (QPR) memasuki Liga Primer Inggris (EPL) musim ini dengan harapan membuncah. Dengan skuad yang dimiliki sekarang, sang manajer yang baru, Mark Hughes, teramat yakin timnya mampu memperbaiki posisi mereka di klasemen setelah beberapa musim bercokol
di divisi satu.

Dengan gelontoran dana melimpah dari pemilik QPR Tony Fernandes, Mark Hughes digadang-gadang bakal mampu meningkatkan performa skuad-nya. Hughes didapuk menjadi manajer menggantikan posisi Neil Warnock yang dipecat karena gagal mengangkat posisi tim yang terus tenggelam di dasar klasemen. Hughes pun bergerak cepat dengan mendatangkan sepuluh 10 pemain anyar dengan nilai mendekati 200 juta pounds. Terbukti, sang manajer berhasil menggaet Julius Cesar, Park Ji Sung, Jose Bosingwa, Bobby Zamora dan beberapa pemain terbaik lainnya.

Bersama sang manajer anyar, tujuh laga sudah dilakoni QPR. Sayang, hasilnya masih jauh panggang dari api alias tidak beda jauh dengan raihan Warnock. Poin yang diperoleh cuma dua dari dua hasil seri dan lima kekalahan. Nasib QPR juga tak membaik dalam perebutan Piala Liga (Carling Cup). Meski sempat mengalahkan klub asal divisi satu Walsall FC dengan skor 3-0, langkahnya lalu terhenti saat takluk di tangan Reading 2-3.

Mendiami posisi paling bawah klasemen sementara EPL ternyata tak membuat Hughes panik. Meski belum pernah sekalipun memungut tiga poinn dari enam laga yang dilakoni klub asal kota London barat ini, Hughes tetap yakin bahwa dirinya masih bisa menyelamatkan The Hoops dari dasar jurang klasemen. Sekedar catatan, QPR musim lalu menutup musim di posisi 17.

Hughes mengatakan kekalahan beruntun jelas membuat pihaknya kecewa, meski sebenarnya mereka pantas mendapatkan hasil positif. Di beberapa pertandingan sebelumnya, kualitas tim ini terlihat begitu bagus. Musim lalu, QPR mengalami masa sulit namun tetap bisa bertahan. “Cidera pemain adalah salah satu kisah kelam ini, namun klub ini harus segera bangkit,” kata pelatih yang musim lalu menukangi Fulham, seperti dikutip skysport.com.

Menghadapi kondisi ini, asisten pelatih QPR Mark Bowen mengaku pihaknya tidak dapat menjelaskan mengapa klubnya mengawali kompetisi musim 2012/13 ini dengan sangat buruk. Sungguh konyol melihat klub dengan kualitas yang kami miliki berada di dasar klasemen, kata Bowen.

Menurut striker Bobby Zamora, para pemain perlu waktu untuk beradaptasi satu sama lain, apalagi di musim ini QPR mendatangkan banyak pemain berkelas dengan nilai transfer lumayan mahal. “Di klub, normalnya Anda mulai beradaptasi dengan pemain baru ketika mereka datang dengan jumlah satu atau dua orang, tapi bukan dengan 12 pemain secara bersamaan,” ujarnya.

Baca entri selengkapnya »





Berharap Tuah Sang Raja

17 01 2011

 

Ada sesuatu yang berbeda di Old Trafford saat Manchester United menjamu Liverpool di babak ketiga Piala FA pekan lalu. Sebuah spanduk hitam besar bertuliskan “King Kenny Returns” menghiasi salah satu sudut stadion berkapasitas 76.000 tempat duduk itu. Suporter Liverpool tak henti-hentinya menyerukan nama sang raja dan menyambut kehadirannya dengan standing applause.

Meski Liverpool kalah 0-1 dan gagal melaju ke babak berikutnya, para liverpudlian masih menggantungkan harapan pada sang legenda. Karena bagi mereka, hanya ada satu nama yang dianggap mampu mengembalikan kejayaan klub ini. Bukan Ian Rush, meski Rush selama karirnya telah menyumbang 346 gol. Bukan pula sang dewa, Robbie Fowler, yang pernah membela The Reds dalam 369 pertandingan dan menorehkan 120 gol. Satu nama itu adalah Kenny Dalglish.

Dalglish dianggap sebagai sosok yang paling mengetahui kondisi “luar-dalam” Liverpool. Keberhasilannya menyabet tiga gelar juara saat melatih klub itu (1985-1991) dinilai mampu mengentaskan Liverpool dari keterpurukan dan ancaman degradasi.

Akhirnya keinginan sebagian besar suporter agar pemilik Liverpool memanggil Dalglish terkabul. Mantan striker The Reds itu ditunjuk untuk menggantikan Roy Hodgson yang dinilai gagal mengangkat prestasi klub berlambang burung liver itu. Liverpudlian menilai Hogdson belum mampu menukangi klub sebesar Liverpool. Hodgson mereka ibaratkan sebagai “seekor ikan kecil yang hidup di kolam besar”.

Hingga separuh musim, Liverpool masih tertahan di posisi 12 klasemen, hanya lima tingkat di atas zona degradasi. Dari 20 pertandingan, mereka hanya tujuh kali menang dan mengalami sembilan kekalahan. Kondisi yang memburuk inilah yang membuat manajemen terpaksa mendepak Hodgson dari kursi kepelatihan akhir pekan lalu.

“Kami menghargai usaha Roy selama enam bulan ini, tapi klub menghendaki dia mundur dari posisinya sebagai pelatih,” kata John W. Henry, pemilik anyar Liverpool, seperti dikutip Liverpoolfc.tv.

Dalglish mengaku dirinya tak ragu untuk kembali menangani The Reds. “Suatu kebanggaan dapat kembali ke Liverpool, semoga lebih baik dengan hasil yang menyenangkan,” katanya pada Skysports.com.

“Bagiku ini merupakan sesuatu yang simpel. Apapun yang dikatakan orang, mereka berhak atas opini mereka, namun akulah yang memutuskan dan aku menginginkan yang terbaik buat diriku dan tim,” tambahnya. “Buatku ini merupakan perjalanan enam bulan ke depan yang fantastis.”

Pengangkatan Kenny juga mendapat dukungan dari Dirk Kuyt. Pemain asal Belanda ini menilai kehadiran Dalglish menggantikan Roy Hodgson mulai membawa dampak positif dalam tim.

“Ada hal besar yang terjadi di sini. Kami kedatangan legenda Liverpool. Dia adalah orang yang sangat berpengalaman dan dapat membawa dampak positif pada tim ini,” kata Kuyt seperti dilansir FIFA.com.

Baginya, kehadiran King Kenny dapat membawa dampak berarti dari segi mental para pemain. “Kenny adalah seorang legenda dan orang yang sangat penting bagi klub ini. Saya pikir itu akan banyak mengubah semuanya termasuk mengembalikan kami ke posisi yang tepat,” lanjutnya.
Baca entri selengkapnya »





El Clasico, Akibat Ulah Jenderal Franco

19 11 2010

Setelah beberapa kali bersitegang soal waktu yang tepat untuk menggelar “El Clasico”, akhirnya otoritas Liga Spanyol menetapkan duel Real Madrid vs Barcelona itu bakal dilaksanakan pada hari Senin (29/11) waktu setempat di Nou Camp.

Sebelumnya, Barca menolak laga digelar Sabtu atau Minggu mengingat pada saat yang sama di kota itu akan digelar pemilihan Walikota Catalan.

Meski pertandingan yang sarat gengsi itu masih dua pekan mendatang, namun genderang “perang” antar dua kesebelasan sudah mulai ditabuh. Persaingan dua klub di negeri Raja Juan Carlos itu sudah mulai menebarkan “aire caliente” di seluruh negeri. Beragam komentar pun sudah mulai menghiasi halaman-halaman depan media cetak di negeri itu.

Seperti dilansir Goal.com, perbedaan waktu pertandingan ini dikomentari penjaga gawang nomor satu Barcelona Victor Valdes. Menurut dia, seharusnya laga itu dimainkan pada hari Sabtu atau Minggu yang merupakan agenda akhir pekan, karena bertanding pada Senin dapat merusak nuansa laga besar itu.

Mezut Ozil, gelandang Los Merengues asal Jerman, mengungkapkan bahwa dirinya tak peduli kapan El Clasico digelar. “Saya belum pernah bermain di hari Senin, namun ini merupakan laga yang indah dan kami siap memenanginya,” katanya seperti dikutip situs resmi El Real.

“Barca dan Madrid sama saja, tak satu pun berada dalam kondisi yang lebih baik. Yang diharapkan adalah hasil akhir, bukan situasi menjelang pertandingan. Kami harus fokus untuk itu dan percaya diri”, tambah Ozil.

Bek Madrid asal Brasil, Kepler Laveran Lima Ferreira alias Pepe, ikut meramaikan aroma persaingan dengan mengatakan bahwa meninggalkan Nou Camp sebagai pemenang akan menjadi hal yang sangat penting.

Tak ketinggalan, maha bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, ikut berkomentar, “Barcelona tim yang komplit, kami ingin seperti mereka. Saya harap, kami bisa jauh lebih dari mereka,” tuturnya.

“Duel El Clasico merupakan pertandingan hebat dan sangat spesial. Namun bukanlah laga pertama atau terakhir yang akan kami hadapi. Kami berharap menang agar bisa terus memimpin klasemen,” tambahnya.

Mengapa El Clasico begitu sangat istimewa dan penting bagi kedua tim?

El Clasico adalah dendam kesumat. Laga kedua kesebelasan tak sekedar pertarungan sepakbola, tapi juga soal harga diri. El Clasico harus dibaca sebagai “Real Madrid kontra Barcelona”, bukan Real Madrid vs Valencia, atau Barcelona melawan Sevila.

Fragmennya hanya memutar ulang perseteruan panjang dua wilayah: Madrid sebagai ibukota Spanyol dan Barcelona sebagai ibukota provinsi “separatis” Catalonia.

Kisahnya diawali pada tahun 1930-an. Seorang jenderal berhaluan fasis bernama Francisco Franco yang dibantu rezim fasis Italia berhasil merebut kekuasaan dari kaum Republikan yang disokong Uni Soviet. Bersama tentara yang terdiri dari orang-orang desa, mereka berani melawan kaum borjouis yang memiliki senjata lengkap.

Jenderal Franco berkuasa di Spanyol hingga wafatnya pada 20 November 1975. Sebelumnya ia berwasiat agar pemerintahan Spanyol dikembalikan kepada keluarga kerajaan di ibukota Madrid. Namun para veteran perang saudara itu menolak untuk mengembalikan kekuasaan kepada para bangsawan Madrid. Karena takut ditangkap oleh kerajaan, mereka pun lari ke wilayah Catalan.

Jenderal Franco saat itu mencium adanya bibit-bibit pemberontakan yang dilakukan oleh dua suku bangsa yang bermukim di provinsi Catalan, yakni suku Catalan dan Basque. Ia menganggap penduduk Catalan adalah “bughat”, kaum pembangkang terhadap kerajaan. Franco kemudian mengeluarkan larangan pengibaran bendera dan penggunaan bahasa provinsi Catalan.

Baca entri selengkapnya »